Narsisme di Dunia Kerja

narcissist-111020

Pada tahun 90-an, media masih menyuguhkan tontonan seperti komedi situasi, sinetron, dan serial. Setelah itu, muncul tayangan Reality TV yang mengalihkan perhatian kita untuk menonton kehidupan orang lain sehari-hari. Kemudian dalam satu dekade terakhir, media sosial telah membawa kita untuk menyiarkan kehidupan pribadi kita dan kita menjadi seorang bintang selama 24/7. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen menjadi aktor dan produk konsumsi sekaligus.

Pada buku Living in the Age of Entitlement, psikolog Jean Twenge dan W. Keith Campbell melakukan survey pada 37.000 mahasiswa dan hasilnya menunjukkan bahwa trait kepribadian narsistik meningkat tajam sejak tahun 1980-an sampai saat ini. Pada saat yang sama, terdapat penurunan yang tajam pada tingkat altruisme dan empati sejak munculnya Facebook dan Twitter. Sekarang ini, kita seakan-akan lebih terhubung dengan banyak orang dari sebelumnya, namun kurang ‘mendekatkan’ diri dengan orang di sekitar kita.

Semakin narsistik seseorang, semakin sering ia menggunakan media sosial. Studi ilmiah juga menunjukkan bahwa jumlah update status, mengambil foto selfie, check-in, memperoleh follower dan teman di dunia maya, semuanya ini menunjukkan korelasi positif dengan narsisme. Hal ini terjadi karena individu yang narsistik lebih menggunakan media sosial untuk menggambarkan citra diri mereka yang mereka inginkan, meskipun tidak realistis.

Faktor di balik perilaku narsistik adalah keyakinan individu bahwa ia adalah seseorang yang unik atau istimewa. Hal ini terjadi karena pengaruh orang dewasa yang memberikan umpan balik positif terus-menerus saat kita kecil.

Meskipun biasanya perilaku narsistik dipandang negatif, menurut penelitian terbaru Dr. Jeff Foster, Direktur Hogan Research Department dan Dara Pickering, konsultan riset menyatakan bahwa narsisme dapat memberikan pengaruh positif pada karier individu. Mereka melakukan pengujian pada 1000 partisipan dan ingin melihat hubungan antara data prestasi kerja dan skor di skala Bold di Hogan Development Survey (HDS). HDS mengukur kecenderungan perilaku seseorang saat stres atau menghadapi tekanan. Skala Bold di HDS sejalan dengan gangguan kepribadian narsistik dalam Diagnostic & Statistical Manual of Mental Disorders.

Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa individu yang memperoleh skor rendah di skala Bold, lebih cenderung berperilaku tidak mempromosikan diri sendiri dan dipandang sebagai anggota tim yang dapat diandalkan. Sedangkan individu dengan skala tinggi, dianggap lebih memahami pekerjaan mereka, berinisiatif, dapat mencapai hasil yang ditetapkan. Pertanyaannya sekarang adalah apakah individu seperti ini sebenarnya lebih efektif di tempat kerja, atau mereka hanya baik dalam mempromosikan diri sendiri dan memiliki agenda tertentu.

Perilaku narsistik dapat menguntungkan dalam batas tertentu. Namun ketika individu berada di bawah tekanan, mereka cenderung menggunakan kekuatan secara berlebihan. Hal ini dapat merugikan kinerja individu. Individu dengan skala Bold yang tinggi cenderung ambisius dan tak takut ketika menghadapi tugas sulit, impulsif, menilai tinggi kemampuan dan kompetensi diri, menganggap dirinya benar tanpa mencari masukan dari orang lain, dan memposisikan dirinya sebagai seorang pemimpin.

Bagaimana cara mengatasi individu narsistik di tempat kerja?

Jika individu narsistik diberikan pemahaman yang realistik mengenai kekuatan, kelemahan, dan kecenderungan perilaku mereka, mereka dapat memanfaatkan hasil positif terkait dengan narsisme. Individu narsistik percaya bahwa mereka memiliki kemampuan tinggi dan biasanya menolak umpan balik yang diberikan. Sebagai saran pengembangan untuk memajukan agenda pribadi mereka, individu narsistik dapat diajak untuk:

  • Menurunkan harapan mereka untuk memperoleh perlakuan khusus dan mencoba untuk menerima tanggung jawab atas kesalahan yang diperbuat
  • Mencari umpan balik dari keluarga dan teman yang positif dan bertujuan baik
  • Tidak menganggap interaksi tim sebagai kesempatan untuk berkompetisi.
  • Menyadari bahwa bawahan dapat menjadi produktif ketika mereka merasa dihargai, belajar bagaimana memberikan umpan balik positif kepada orang lain ketika mereka berkontribusi
  • Menggunakan kepercayaan diri, energi, dan tekad untuk memotivasi orang lain, bukannya mengintimidasi.

 

Dirangkum oleh Prisila Sekar Rani dari:

http://www.theguardian.com/media-network/media-network-blog/2014/mar/13/selfie-social-media-love-digital-narcassism

I’m Good Enough, I’m Smart Enough, and Doggone it People Like Me by Hogan Assessment Systems.

Digital Narcissism: The Rise of the Selfie and Dealing with Shameless Self-Promoters in the Workplace by Hogan Assessment Systems.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>